Friday 24 February 2017

Makalah toleransi beragama dalam perspektif islam



Toleransi Beragama Dalam Perspektif Islam
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :
Dosen Pengampu :



Disusun oleh :
Nur Aliyatur Rohmah     (1403036018)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015



I.                   PENDAHULUAN
Sebuah toleransi sangatlah penting sebagai alat pemersatu. Tanpa adanya toleransi kehidupan yang penuh dengan kemajemukan ini tidak akan bisa bersatu. Indonesia sebuah Negara dengan kemajemukan kulturnya contohnya seperti agama. Maka sangat membutuhkan sekali toleransi-toleransi di dalamnya. Setiap orang harus saling mengerti akan orang yang lainnya. Namun sebuah fenomena hari ini masih banyak kekacauan yang timbul akibat tidak beresnya toleransi. Toleransi yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan masuk dalam kerangka system teologi Islam sejatinya harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Maka disini kita akan membahas mengenai toleransi yang harus dilakukan oleh seorang muslim.




II.                RUMUSAN MASALAH

A.    Apa Pengertian Dari Toleransi?
B.     Bagaimana Toleransi Dalam Perspektif Islam?
C.     Apa Saja Contoh Toleransi Antar Agama?





III.             PEMBAHASAN

A.    Pengertian Toleransi

Toleransi secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. kata tolerasi dalam bahasa Belanda adalah "tolerantie", dan kata kerjanya adalah "toleran". Sedangkan dalam bahasa Inggris, adalah "toleration" dan kata kerjanya adalah "tolerate". Toleran mengandung pengertian: ber-sikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu sikap tenggang rasa kepada sesamanya.[1]

Istilah “Tolerance” (toleransi) adalah istilah modern, baik dari segi nama maupun kandungannya.[2] Istilah ini pertama kali lahir di Barat, di bawah situasi dan kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas. Toleransi berasal dari bahasa Latin, yaitu “tolerantia”, yang artinya kelonggaran, kelembutan hati, keringanan dan kesabaran. Dari sini dapat dipahami bahwa toleransi merupakan sikap untuk memberikan hak sepenuhnya kepada orang lain agar menyampaikan pendapatnya, sekalipun pendapatnya salah dan berbeda.[3] Secara etimologis, istilah tersebut juga dikenal dengan sangat baik di dataran Eropa, terutama pada revolusi Perancis. Hal itu sangat terkait dengan slogan kebebasan, persamaan dan persaudaraan yang menjadi inti revolusi di Perancis.[4] Ketiga istilah tersebut mempunyai kedekatan etimologis dengan istilah toleransi. Secara umum, istilah tersebut mengacu pada sikap terbuka, lapang dada, sukarela dan kelembutan.

B.     Toleransi Dalam Perspektif Islam

Secara doktrinal, toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara definisi adalah agama yang damai, selamat dan menyerahkan diri. Definisi Islam yang demikian seringkali dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatan lil ‘aalamin” (agama yang mengayomi seluruh alam). Artinya, Islam selalu menawarkan dialog dan toleransi dalam bentuk saling menghormati bukan memaksa. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia dalam beragama adalah kehendak Allah. Dalam Islam, toleransi berlaku bagi semua orang, baik itu sesama umat muslim maupun non-muslim. Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ Al-Islami menyebutkan ada empat faktor utama yang meyebabkan toleransi yang unik selalu mendominasi perilaku umat Islam terhadap non-muslim, yaitu :

1.      Keyakinan terhadap kemuliaan manusia, apapun agamanya, kebangsaannya dan kerukunannya.

2.      Perbedaan bahwa manusia dalam agama dan keyakinan merupakan realitas yang dikehendaki Allah SWT yang telah memberi mereka kebebasan untuk memilih iman dan kufur.

3.      Seorang muslim tidak dituntut untuk mengadili kekafiran seseorang atau menghakimi sesatnya orang lain. Allah sajalah yang akan menghakiminya nanti.

4.      Keyakinan bahwa Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil dan mengajak kepada budi pekerti mulia meskipun kepada orang musyrik. Allah juga mencela perbuatan dzalim meskipun terhadap kafir. [5]

Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Seluruh manusia tidak akan bisa menolak sunnatullah ini. Dengan demikian, bagi manusia, sudah selayaknya untuk mengikuti petunjuk Allah dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Toleransi antar umat beragama yang berbeda termasuk ke dalam salah satu risalah penting yang ada dalam system teologi Islam. Karena Allah sudah mengajarkan pada kita cara untuk menghadapi  keragaman yang memang tidak bisa dipungkiri, yaitu dengan menerima perbedaan sebagai nikmat atau rahmat. Artinya perbedaan itu sebagai suatu berkah, karena dengan perbedaan itu, kita bisa saling dialog, kenal mengenal, menguji argument tanpa melihat dari sisi agama, suku, warna kulit, adat-istiadat.[6]

C.     Contoh Toleransi Dalam Islam

`     Ada beberapa contoh dalam hal apa saja kita diperbolehkan dalam hal bertoleransi antar agama, diantaranya :

1.      Toleransi Dalam Islam

        Dari Pengertian Diatas di dapatkan bahwa, Toleransi (Tasamuh) menurut islam adalah bentuk kelonggaran, kelapangdadaan, kelembutan terhadap semua aspek sosial kecuali terhadap Sistem dan Prinsip Nilai Islam.

2.      Toleransi dalam Hal Sosial

Dalam hal ini islam tidak melarang untuk bertoleransi. Seperti halnya Rasullallah SAW, di jamannya islam hidup berdampingan dengan kaum nasrani dan yahudi. Islam menjamin kehidupan mereka dengan seadil-adil tentu tetap menggunakan dengan aturan islam karena aturan ini tidak bisa ditoleransikan. Acuan Islam terhadap keadilan. “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikandan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan kemaksiatan dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maidah: 2)

Pada saat itu islam pun sering melakukan perniagaan dengan orang Nasrani atau yahudi. Dan hal ini seperti yang dicontohkan Nabi Saw., dalam jual beli. Dari Jabir bin Abdullah Radliyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membeli onta dari dirinya, beliau menimbang untuknya dan diberatkan (dilebihkan).

Dari Abu Sofwan Suwaid bin Qais Radliyallahu 'anhu dia berkata : "Saya dan Makhramah Al-Abdi memasok (mendatangkan) pakaian/makanan dari Hajar, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami dan belaiu membeli sirwal (celana), sedang aku memiliki tukang timbang yang digaji, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan tukang timbang tadi. Beliau bersabda: Timbanglah dan lebihkan !"

3.      Tolong menolong sesama, menjenguk orang sakit

“Menolong orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.” (HR. Bukhari no. 2363 dan Muslim no. 2244). Dan banyak lagi.[7]

      Tetapi toleransi dalam agama Islam juga ada batas-batasannya, tidak bisa dibilang kalau semua bentuk tenggang rasa antar umat beda agama bisa dikatakan toleransi yang diperbolehkan, seperti halnya dalam hal hal berikut ini :

1.      Kaum muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam segala bentuk peribadatan dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin. Allah  berfirman:“Katakanlah: wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa yang kalian sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”. (Al-Kafirun: 1-6).

2.      Memberikan ucapan selamat kepada orang-orang kafir, seperti ucapan “Selamat Natal” dan perayaan keagamaan lainnya, hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama’. Ibnul-Qayyim rahimahullah dalam kitabnya, Ahkâmu Ahli Dzimmah mengatakan: "Mengucapkan selamat dengan syiar-syiar orang kafir yang merupakan kekhususan mereka, hukumnya ialah haram menurut kesepakatan para ulama. Seperti memberikan ucapan selamat kepada mereka berkaitan dengan hari raya mereka, ibadah mereka, dengan mengucapkan “selamat berhari raya”, / yang sejenisnya. Perbuatan seperti ini, kalaupun si pelaku selamat dari kekufuran, namun ia telah melakukan sesuatu yg diharamkan. Perbuatan seperti ini sama dengan mengucapkan “selamat” atas peribadatan mereka. Banyak orang yang tidak memiliki perhatian terhadap din (agama) terseret dalam perbuatan seperti ini. Dia tidak mengetahui kejelekan yang dilakukannya. Barang siapa memberikan ucapan selamat berkaitan dengan perbuatan maksiat, bid’ah / kekufuran, maka ia terancam mendapat kemurkaan Allah Azza wa Jalla.”Memberikan ucapan selamat kepada orang-orang kafir berkaitan dengan perayaan keagamaan mereka hukumnya haram. Seperti inilah yang disebutkan oleh Ibnul-Qayyim rahimahullah, karena dalam ucapan selamat tersebut tersirat pengakuan terhadap syiar-syiar (simbol-simbol) kekufuran, ridha terhadap kekufuran meskipun ia tidak ridha kekufuran itu untuk dirinya. Bagi setiap muslim diharamkan menyukai kekufuran / memberikan ucapan selamat kepada yg lain berkaitan dengan kekufuran ini, karena Allah tidak meridhai kekufuran.Allah Azza wa Jalla berfirman: "Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu". (az-Zumar/39: 7).



Firman Allah Azza wa Jalla.

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu".(al-Mâ`idah/5: 3).

Memberikan ucapan selamat kepada mereka bererkaitan dengan hal itu, hukumnya haram, baik ia ikut merayakan maupun tidak. Jika memberikan ucapan selamat kepada kita berkaitan dengan hari raya mereka, maka kita tidak perlu menjawabnya. Karena itu bukan hari raya kita. Juga hari raya itu tdk diridhai Allah Azza wa Jalla. Karena kemungkinan hari raya itu adalah bid’ah dalam agama mereka, / mungkin pernah disyari’atkan namun telah dihapus dengan agama Islam yang dibawa oleh Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam untuk semua manusia dan jin.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Barang siapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (Ali Imrân/3: 85).

Memenuhi undangan dalam perayaan ini hukumnya haram. Karena memenuhi undangan ini lebih berat dibandingkan memberikan ucapan selamat. (Dengan) menghadiri undangan, berarti ikut merayakan bersama mereka. Begitu juga, seorang muslim diharamkan meniru mereka dengan mengadakan acara-acara dalam hal perayaan ini, / saling memberi hadiah, membagi-bagi permen, makanan, meliburkan aktifitas, / yg sejenisnya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barang siapa yg menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut". (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, 2/50, 92)


IV.             KESIMPULAN.

Toleransi adalah sikap tenggang rasa dan lapang dada, toleransi sendiri dalam Agama Islam sangat dianjurkan. Di Indonesia sendiri yang ada banyak ragam Agama jika tidak adanya rasa toleransi, niscaya akan tidak bersatu Negara ini. Tetapi dalam Islam sendiri ada beberapa hal yang boleh untuk bertoleransi, misalnya membantu antar agama dalam hal gotong royong dan Islam juga melarang kita untuk mengikuti semua ritual Agama jika berbeda kepercayaan.

V.                PENUTUPAN

Kami selaku pemakalah meminta maaf kalau ada kata kata yang salah baik di sengaja maupun tidak disengaja dalam makalah yang kami buat, karena ini di bulan suci Ramadhan yang mana pintu maaf dibuka selebar-lebarnya. Terima kasih semoga kita mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dalam makalah ini, sekian Wassalamualaikum Wr Wb.









DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi, Yusuf, Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ Al-Islami, Qahirah : Maktabah Al-Wahbah, 1992

 Bagus, Lorens, kamus filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996

Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Jakarta : Pustaka Oasis, 2007

Rahmat, Imdadun, Islam Pribum, Jakarta : Pustaka Pelajar, 2001

Thoha, Malik, Tren Pluralisme Agama, Jakarta : Perspektif, 2005





[1] Lorens Bagus , kamus filsafat,  (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm 207-208

[2] Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta : Perspektif, 2005), hlm 212.

[3] Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi,  (Jakarta : Pustaka Oasis, 2007), hlm.161.

[4] Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi,  (Jakarta : Pustaka Oasis, 2007), hlm.162

[5] Yusuf al-Qardhawi, Ghair al-Muslimin fii al-Mujtama’ Al-Islami, (Qahirah : Maktabah Al-Wahbah, 1992), hlm 53-55.


[6] M. Imdadun Rahmat, Islam Pribum, (Jakarta : Pustaka Pelajar, 2001),  hlm 118.

[7] Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi,  (Jakarta : Pustaka Oasis, 2007), hlm 170-171

No comments:

Post a Comment