Tuesday, 21 February 2017

Mendidik Siswa Takut Mesum



Mendidik Siswa Takut Mesum dan Narkoba
                                                                                     
Mendidik anak memang butuh kesabaran ekstra. Tidak ada kata gagal dalam proses pendidikan. Maka berita “Sepuluh Pasang Pelajar Ditangkap di Losmen Usai UN” yang dimuat Jateng Pos (20 April 2015) patut dipahami secara bijaksana. Satu sisi berita ini menjadi musibah bagi dunia pendidikan. Dan di sisi lain, berita ini menjadi koreksi bersama seluruh stake holder pendidikan—bahwa perlu banyak koreksi atas pendidikan karakter di sekolah.
Siapapun akan mengatakan bahwa perilaku mesum pelajar di Losmen setelah UN itu tidak benar. Secara agama, tindakan itu jelas-jelas keluar dari norma karena hubungan intim dilakukan tanpa ikatan pernikahan. Dalam kontek etika juga sangat tidak etis karena usia muda dan orang terpelajar tapi melakukan tindak asusila. Maka peristiwa semacam ini menjadi musibah bagi dunia pendidikan.
Jika dilihat dari sisi kebahagiaan setelah UN, para pelajar yang melepas penat dengan berlibur adalah wajar. Yang tidak wajar adalah tambahan “liburan” dengan mesum. Hampir satu tahun para pelajar kelas XII didoktrin dan dijejali dengan materi-materi UN. Bahkan ada pelajar yang menambah jam belajar dengan kursus di luar. Beban UN terasa hilang ketika ujian sudah dilaksanakan setelah suasana hati gundah dan gelisah menghadapinya.
Kemungkinan besar, menikmati liburan dengan wisata selesai UN merupakan ritual yang turun temurun. Namun yang perlu dicatat adalah “kesalahan teknis” di lapangan dengan tindakan mesum itu. Maka, disinilah titik utama bahwa ada yang perlu dicari, dimana letak “trouble” pendidikan karakter di sekolah. Secara normatif, sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah memberikan materi pendidikan agama, pendidikan budi pekerti dan bahaya pergaulan bebas. Namun di tingkat teknis, ternyata tidak semua pelajar mampu melaksanakan itu dengan baik.
Untuk meminimalisir kejadian serupa terjadi atau bahkan marak dimana-mana, perlu sekali renungan bersama dengan melakukan empat hal. Pertama, pembekalan kepada pelajar tentang UN perlu mempertimbangkan tiga konsep pembelajaran: senang, aktif dan serius. Jangan sampai suasana hati pelajar sebelum UN diciptakan tertekan dan terhantui. Kalau ini yang terjadi, banyak pelajar stres dan ingin bersenang-senang setelah UN berakhir. Suasana tray out UN perlu dibuat dengan penciptaan lingkungan belajar yang happy dan pelajar dibuat aktif.
Kedua, menjelang UN berlangsung para pelajar banyak dibekali dengan pendidikan spiritual sesuai agama masing-masing. Pelajar diwajibkan berdo’a khusus UN selesai melakukan ibadah. Sekolah juga perlu membuat acara rutin do’a bersama (istighatsah: menurut Islam) sebelum UN. Sentuhan spiritual dengan do’a agama ini akan membuat pelajar dekat dengan agamanya. Sehingga kadar keimanan dan ketaqwaan pelajar tidak kabur hanya karena stres memikirkan UN.
Ketiga,setelah UN berakhir, sekolah perlu membuat kegiatan positif yang terintegrasi dengan masa depan pelajar. Tidak salah jika sekolah membuat “wisata pasca UN” (tempat yang terdekat dan biaya murah)—agar siswa dan guru menyatu mensyukuri UN berakhir. Apalagi dengan kebijakan bahwa UN bukan satu-satunya standar kelulusan, maka sekolah bebas memberikan pendampingan pada pelajar setelah UN. Kegiatan wisata yang terkoordinir oleh sekolah ini lebih baik daripada anak-anak dibiarkan bebas tanpa kontrol.
Dan keempat, sekolah perlu kembali mengefektifkan pendidikan budi pekerti dan pendidikan agama—terutama dalam menjelaskan dosa mesum dan bahaya hamil di luar nikah. Memang selama ini pendidikan seks bagi para pelajar tidak banyak mendapatkan perhatian. Namun melihat situasi yang tidak kondusif dengan maraknya pelajar mesum hingga hamil, maka pendidikan seks perlu digalakkan kembali.
Era serba canggih sekarang menuntut banyak pendampingan dari guru kepada para pelajar. Apalagi dengan mahirnya para pelajar berselancar dengan internet. Situs internet dewasa juga masih bisa bebas diakses para pelajar. Maka sekolah juga perlu memberikan pendidikan internet sehat bagi pelajar. Bagaimana internet yang bebas itu dapat dimanfaatkan secara baik oleh pelajar dan membantu untuk meningkatkan prestasi siswa.
Hal yang paling mendesak dilakukan sekolah adalah rutin mengontrol akhlak pelajarnya. Bagaimana pelajar ini bergaul dan bermasyarakat. Jika ada indikasi pelajar sudah keluar dari norma agama dan pendidikan maka guru BP dan guru agama berperan menata akhlak pelajarnya. Termasuk disini mengantisipasi bahaya narkoba bagi para pelajar dengan melakukan tes narkoba rutin untuk pelajar dan guru. Jangan sampai pelajar dijadikan objek tes narkoba, tapi gurunya takut dites narkoba. Inilah bukti bahwa dunia pendidikan akan baik secara moral berangkat dari guru dan pelajarnya.
Kenapa narkoba penting untuk diperangi sekolah? Karena perilaku asusila banyak dimulai dari keberanian mengkonsumsi narkoba atau “belajar mabuk”. Intinya, sekolah perlu mendidik agar pelajar takut mesum dan terjauh dari bahaya narkoba.*)

No comments:

Post a Comment